Minggu, 31 Juli 2011

Tradisi Padusan

            Menjelang bulan puasa tradisi padusan menjadi bagian aktivitas rutin tiap tahun masyarakat muslim pulau Jawa. Padusan berasal dari kata dasar adus dalam bahasa jawa yang berarti mandi sedangkan istilah padusan berarti sebagai tempat untuk mandi. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mensucikan diri supaya saat umat Islam beribadah pada bulan Ramadhan dalam keadaan suci. Namun, sama halnya dengan kenduri dan nyadran, padusan merupakan tradisi yang tidak diatur dalam Al Qur’an maupun al-hadits. Kemungkinan kegiatan ini diawali oleh perluasan ajaran agama Islam bahwa kebersihan merupakan bagian dari iman. Seiring berjalannya waktu kegiatan ini menuai pro dan kontra.
            Masyarakat yang pro berpendapat aktivitas ini banyak memberikan manfaat. Selain sebagai salah satu upaya memantapkan diri menyambut bulan ramadhan, aktivitas ini juga berguna sebagai kegiatan rekreasi penghilang stress. Apalagi bila kegiatan ini dilakukan oleh keluarga, saudara maupun teman-teman. Padusan dianggap sebagai kegiatan spiritual sekaligus liburan yang menyenangkan apabila direncanakan dengan matang. Lalu, padusan juga merupakan tradisi khas pulau Jawa yang yang harus dilestarikan. Kegiatan ini juga dapat meramaikan obyek wisata yang ada dan tersedia untuk kegiatan ini.
            Di sisi lain ada masyarakat yang menganggap bahwa aktivitas ini tidak perlu dilakukan. Beberapa pertimbangannya antara lain adalah bahwa padusan tidak diatur dalam Al Qur’an maupun al-hadits. Tanpa aturan yang jelas maka tidak ada keharusan bagi umat Islam untuk menjalankan tradisi itu. Padusan juga dianggap sebagai pemborosan biaya yang tidak perlu. Seperti kita tahu tradisi padusan biasa dilakukan di tempat yang jauh dari rumah (biasanya di obyek wisata umum) dan memakan biaya tersendiri. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk tidak menghambur-hamburkan hartanya melakukan kegiatan yang tidak perlu. Beberapa ustadz seperti Ustadz Iip Wijayanto juga tidak menyarankan untuk melakukan padusan  dengan alasan terbukanya aurat tubuh. Membuka aurat maupun menyebabkan birahi lawan jenis yang bukan muhrim haram hukumnya.
            Berikut di atas adalah pendapat pro-kontra masyarakat mengenai tradisi padusan. Dewasa ini pelaksanaannya diserahkan kepada pribadi masyarakat masing-masing. Apakah itu untuk melestarikan budaya maupun ajang rekreasi spiritual karena belum ada pengaturannya juga dalam hukum positif di Indonesia. Apabila tidak dapat melakukan tradisi padusan di tempat-tempat yang jauh maka masih bisa melakukannya di rumah masing-masing karena sama-sama esensinya. Yang terpenting adalah membersihkan jiwa dan raga terutama kebersihan hati kita menyambut bulan suci Ramadhan.

Yusuf Aditya Wibowo
Berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar