Rabu, 28 September 2011

Kebijakan Yang Tidak Sempurna


                Pada hari-hari pertama saya masuk kuliah semester V ini parkiran motor roda dua di dalam kampus sangat padat sekali. Kata teman hal itu wajar saja karena ada maba (mahasiswa angkatan 2011/2012) yang masuk, sedangkan wisuda kemarin tidak semua mahasiswa Fakultas Hukum UGM angkatan senior lulus. Saya bingung, mahasiswa baru yang masuk memang boleh bawa motor?
                Menurut SK Rektor, Mahasiswa UGM angkatan 2011/2012 dilarang membawa kendaraan bermotor memasuki wilayah fakultas. Jangankan memasuki, parkir pun tidak boleh ya. Mahasiswa angkatan 2011/2012 yang terpaksanya membawa kendaraan bermotor dapat memparkirkannya di kantong-kantong parkir yang telah disediakan oleh universitas. Contohnya adalah kantong parkir di lembah UGM yang terletak di timur Fakultas Hukum UGM. Mahasiswa juga dapat meminjam sepeda kampus apabila fakultas/tempat yang dituju dirasa jauh untuk ditempuh dengan berjalan kaki, walaupun efektivitas sepeda kampus sebatas antar stasiun sepeda saja.
                Saya sempat menepis prasangka buruk bahwa mahasiswa baru membawa motor ke kampus karena memang banyak juga maba yang jalan kaki dari lembah ke fakultas, logikanya mereka mengendarai kendaraan bermotor dan menitipkannya di kantong parkir. Tapi pagi hari ini (28/9/’11) saya menemukan maba di fakultas saya sendiri yang mengendarai kendaraan bermotor roda dua dan memarkirkannya di dalam kampus. Saya tidak tahu alasannya tetapi bukankah ada larangannya? Saya juga sempat membaca secarik kertas pemberitahuan sifatnya perjanjian sepihak dari universitas yang dibagikan kepada maba pada saat technical meeting PPSMB 2011 FH UGM yang isinya tentu saja berkaitan dengan larangan di atas. Kejadian ini tidak hanya terjadi di FH UGM. Saya ke FTP dan FKT UGM siangnya, beberapa maba kedua fakultas tersebut membenarkannya ketika sempat saya tanyakan hal itu.
                Kebijakan pelarangan sepeda motor untuk maba tidak dapat “benar-benar” terealisasi oleh bebagai faktor. Salah satu faktornya adalah KIK di Jl. Sosio Yustisia tidak dikenai pembayaran. Mahasiswa baru memang tidak mendapatkan KIK, mereka memasuki wilayah Jl. Sosio Yustisia sebagai pengendara non KIK yang mengambil karcis di penjaga seperti layaknya masyarakat umum. Bukankah ini menggelikan sekali? Jadi apa hal yang benar-benar dapat memaksakan maba untuk tidak membawa kendaraan bermotor seperti menjadi anomali saja. Apa tidak terpikir sampai sejauh itu? Atau untuk percobaan saja sambil menunggu pembangunan kantong parkir yang memadai?
                Faktor yang lain diluar unsur ketidakpatuhan mahasiswa adalah unsur fasilitas penunjang dari kampus seperti sepeda biru. Sepeda biru di UGM ditempatkan di 7 stasiun sepeda biru. Sepeda ini dapat dipinjam oleh mahasiswa dengan syarat batasan waktu 30 menit dan jalur sebatas antar stasiun saja. Sepeda biru tidak diperbolehkan untuk dibawa ke kampus. Saya kira logikanya jalan juga. Mungkin hal ini dikarenakan jumlah sepeda biru UGM totalnya tidak dapat mengimbangi jumlah total mahasiswa UGM. Dengan pengetatan syarat pemakaian maka pemakai sepeda biru akan terpangkas sebatas mahasiswa yang benar-benar “niat” saja memakai sepeda ini. Bagi teman saya di FKT UGM sepeda biru merupakan barang useless, tidak ada stasiun sepeda biru dekat FKT UGM. Menurutnya seperti ada barang yang ribet banget untuk dipakai saja. Yah, opini mahasiswa beragam dan saya juga menghargai yang satu ini.
                Di sisi lain UGM melalui PPKB UGM mengeluarkan program Duta Sepeda Kampus UGM. Sudah terpilih satu duta universitas dan 64 duta fakultas. Kembali hal yang menggelikan terjadi? Ketika saya berbincang-bincang dengan salah satu peserta duta untuk fakultas tertentu ada satu hal unik yang saya temukan. Para duta hanya diberi pin yang berjumlah tiga buah untuk duta universitas dan satu buah untuk duta fakultas. Pin itu dapat ditukarkan dengan kaos Dag*du dengan harga tertentu. Jujur ini berbeda dengan yang saya bayangkan sebelumnya, saya kira duta sepeda bakal diberi fasilitas tertentu seperti peminjaman sepeda biru khusus bagi mereka yang dapat dibawa sampai ke kampus. Nah sampai saya menulis ini belum juga tuh “benda sepeda” dikasih sama mereka. Kasihan juga yah para “maskot” dengan tidak bermodalkan barang yang sebenarnya harus mereka sosialisasikan.
                Sekali lagi terlepas dari pandangan pesimis atau negatif, saya selalu mendukung UGM untuk menjadi universitas educopolis. Saya mendukung tujuannya loh, bukan berarti selalu mendukung kebijakannya. Saya juga mendukung bagi para maba 2011 untuk mengurangi pemakaian kendaraan bermotor. Yah generasi baru mulai belajarlah berkorban diri untuk perubahan. Bukankah ada istilah mahasiswa adalah agent of change? Besok juga bakalan ada temannya (angkatan 2012,2013 and so on). Kalau rencana educopolis yang diusung ini benar-benar jadi kan tempat belajar juga jadi nyaman, seperti kampus-kampus elit luar negeri. Bayangkan di kampus suasana asri kayak di film “The Oxford Murderer”. Lembah juga bisa jadi tempat belajar asik, tuh danau buatan bisa aja bakalan jadi kolam renang gratis bagi mahasiswa hahaha... :)

Yusuf Aditya Wibowo 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar